Kamis, 24 April 2014

softskill



Bank Dunia: 40 Persen populasi Indonesia hidup dalam kemiskinan
Bank Dunia menekankan pentingnya penerapan manajemen risiko di Indonesia. Alasannya, di tengah kondisi perekonomian global dan nasional yang belum stabil, perlu dilakukan pelbagai upaya menghindarkan masyarakat dari risiko krisis, sekaligus menciptakan peluang.
Acting Country Director Bank Dunia Cristobal Ridao Cano mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pelbagai macam risiko, termasuk di dalamnya risiko bencana alam.
"Indonesia menghadapi risiko-risiko, baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia. Sekitar 300 bencana alam berpotensi melanda Indonesia," kata Cristobal di The Energy Building, SCBD, Jakarta, Kamis (24/4).
Cristobal menegaskan, Indonesia memiliki kecenderungan rentan terhadap gejolak ekonomi global. Oleh sebab itu, penerapan manajemen risiko yang terkait erat dengan aktivitas pembangunan nasional menjadi penting dan prioritas diterapkan di Indonesia.
Salah satunya risiko krisis bisa berasal dari penduduk miskin. "40 persen populasi di Indonesia hidup dalam kondisi miskin atau hampir miskin. Ini sangat krusial, membangun manajemen risiko terhadap pembangunan," ungkap Cristobal.
Sesungguhnya, kata Cristobal, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Mulai dari sumber daya alam dan lainnya. Potensi ini perlu dilindungi dari ancaman risiko. Salah satunya dengan cara reformasi struktural. Pemerintah perlu mendapat apresiasi lantaran telah mereformasi beberapa sektor.
"Indonesia telah membuat upaya yang signifikan. Misalnya reformasi sistem jaminan sosial dan asuransi kesehatan," tutup Cristobal.
Menyinggung soal kemiskinan, beberapa waktu lalu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana menghadiri Global Partnership for Effective Development Cooperation di Meksiko City. Dalam acara ini, diputuskan beberapa kebijakan salah satunya perhatian negara maju terhadap masyarakat miskin.
Dalam kebijakan ini, negara maju akan membantu masyarakat miskin yang tidak hanya terkonsentrasi di negara miskin. Negara berkembang juga akan mendapat bantuan karena mayoritas masyarakat miskin berada di sana.
Armida tak segan menyebut bahwa kini mayoritas masyarakat miskin ada di negara berkembang seperti di Indonesia, India, Nigeria dan lain sebagainya.
"Intinya, meskipun negara berkembang menjadi negara berpendapatan menengah, PR-nya masih banyak masalah kemiskinan. Kalau dijumlahin, jumlah orang miskin di dunia sebagian besar di middle income countries. India, nigeria, dan kita (Indonesia)," tegasnya.

sumber : http://www.merdeka.com/

DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PEREKONOMIAN



a. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
2. Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
3. Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.


b. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Mengalaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
1. Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
2. Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
3. Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.

sumber :
 KAPITA SELEKTA EKONOMI INDONESIA_ Drs.Soetrisno P.H_Andi Offset
PEREKONOMIAN INDONESIA_ERLANGGA,
http://lisdaalmanita.blogspot.com
 

Kamis, 10 April 2014

softskil



Proyeksi Bank Dunia Terkait Ekonomi Indonesia

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berjalan lebih lambat dari proyeksi pemerintah. Ekonomi nasional tahun ini diperkirakan hanya akan tumbuh 5,3%, lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia (BI) di level 5,7% dengan rentang 5,5%-5,9%.

Meski ekonomi melambat, kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia diperkirakan akan sedikit membaik. Bank Dunia memperkirakan defisit tersebut akan berada di level 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari tahun sebelumnya di level 3,3%.

"Pertumbuhan investasi diperkirakan akan tetap lemah karena tingginya biaya pinjaman, rendahnya harga komoditas dan meningkatnya harga barang modal impor dibandingkan tahun sebelumnya," ungkap Jim Brumby, Lead Economist World Bank di Hotel Intercontinental Mid Plaza, Jakarta, Selasa (18/3/2014).

Untuk mengimbangi penurunan investasi tersebut, Bank Dunia mengusulkan Indonesia melakukan upaya penyeimbangan dengan lewat konsumsi swasta dan peningkatan ekspor Indonesia.

"Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong yang bersifat sementara menjelang Pemilu bulan April dan Juli," tegasnya.

Sedangkan untuk ekspor, peningkatan akan terjadi secara bertahap seiring dengan permintaan luar negeri yang berkontribusi terhadap sedikit banyak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 sebesar 5,6%.

Hingga akhir tahun, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulanan akan turun sedikit di bawah sasaran Bank Indonesia yang sebesar 4,5% plus minus 1% dan terus bertahan di tahun 2015.

Sumber : http://bisnis.liputan6.com

softskill



BI masih akan perketat kebijakan moneter

Berbagai perkembangan terkini perekonomian dalam negeri beserta perekonomian global menjadi pembahasan untuk menentukan arah kebijakan moneter Indonesia.

Sejumlah ekonom yang berhasil dihubungi KONTAN akhir pekan lalu sepakat menyimpulkan pandangan bahwa kebijakan moneter masih mengalami pengetatan. Artinya, suku bunga tetap bertengger pada level 7,5%.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, ada dua kondisi yang dihadapi BI.
Pertama, situasi perekonomian Indonesia sedang dalam kondisi cukup normal. Kalau BI menaikkan suku bunga, ketakutannya respon dari investor di luar perkiraan.

Kedua, dengan membaiknya data ekonomi kalau BI menurunkan suku bunga, apakah benar ekonomi Indonesia sudah aman. Menurut Lana, ada risiko konsumsi masyarakat yang berlebihan.

Hal ini terlihat dari data konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina yang mengatakan per Februari 2014 konsumsi BBM mencapai 7,3 juta kiloliter atau 15% dari kuota sebesar 48,6 juta kiloliter.
Adanya hari raya Lebaran membuat kuota BBM berpotensi terus membengkak. "Jadi belum ada alasan BI merubah kebijakan suku bunga," ujar Lana.

Tidak hanya soal konsumsi yang masih tinggi. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat current account deficit atawa defisit transaksi berjalan masih harus diberikan perhatian.
Neraca dagang Februari yang mengalami surplus US$ 785,3 juta, menurutnya, salah satu dampak harga crude palm oil (CPO) yang meningkat.

Harga CPO ini turun kembali pada bulan Maret. Di sisi lain, pada triwulan II terdapat repatriasi dividen yang besar. Repatriasi dividen yang besar inilah yang kemudian membuat defisit transaksi berjalan pada triwulan II tahun lalu mencapai 4,4% dari PDB.

Apalagi dengan menguat tajamnya nilai tukar rupiah membuat perusahaan akan berlomba-lomba untuk impor. "Masih relatif berbahaya," tandasnya.

Perekonomian global juga menjadi perhatian. Kepala Ekonom BII Juniman menjelaskan, pertumbuhan ekonomi global masih melambat. Hal ini terindikasi dari melambatnya China dan perbaikan ekonomi Amerika yang belum ada peningkatan berarti.

Kebijakan Bank Sentral AS The Fed yang akan menaikkan acuan suku bunganya pun tak luput dikhawatirkan. Juniman melihat, ada ruang suku bunga untuk diturunkan pada bulan Juli nanti karena perkiraannya inflasi tahunan bisa menembus 5%.

Namun, mengingat The Fed yang akan melakukan tightening, lebih bijaksana BI tetap menahan suku bunganya pada 7,5%. Patokan kebijakan BI saat ini ada pada negeri paman sam Amerika.

Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI) Aviliani mengaku persoalan ke depan adalah likuiditas dunia. Apabila suku bunga acuan The Fed jadi dinaikkan tahun depan maka Indonesia harus mencari investor.

Kala tidak dipersiapkan dengan baik, kita bisa mempunyai problem krisis seperti tahun 2008. Dana asing berpotensi keluar dari Indonesia dan lari ke Amerika. Hal ini yang sangat perlu diberikan perhatian.

Salah satu cara menjaga dana asing tidak keluar adalah tetap menjaga suku bunga. "Setidaknya sampai pertengahan tahun ini tidak ada kenaikan (suku bunga)," tutur Aviliani.

Sumber : http://nasional.kontan.co.id