Ragam Bahasa Indonesia
Ragam Bahasa
adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai
ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya
ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di
dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau
ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan
pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan
bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor,
atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi
tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut
menggunakan bahasa baku.
Macam – Macam Ragam Bahasa Indonesia
1.
Ragam
Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku
Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering
disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa
Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan
tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia,
bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam
baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau
ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa
kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu
makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama
ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan
bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang
berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan),
pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Ragam bahasa Indonesia
berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :
a). Ragam bahasa lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait
oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak
mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata
dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan
unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam
memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam
situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan
dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut
sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu,
bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis,
walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis.
Ciri-ciri ragam lisan
:
·
Memerlukan orang
kedua/teman bicara;
·
Tergantung situasi,
kondisi, ruang & waktu;
·
Hanya perlu intonasi
serta bahasa tubuh.
·
Berlangsung cepat;
·
Sering dapat
berlangsung tanpa alat bantu;
·
Kesalahan dapat
langsung dikoreksi;
·
Dapat dibantu dengan
gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah,
sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan
kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau berbincang-bincang,
karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya
pidato ataupun ceramah.
b). Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam
tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata
bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan
tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh dari ragam bahasa tulis adalah
surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu
memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam
pembuatan karya-karya ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa
Tulis :
·
Tidak memerlukan
kehadiran orang lain.
·
Tidak terikat ruang
dan waktu.
·
Kosa kata yang
digunakan dipilih secara cermat.
·
Pembentukan kata
dilakukan secara sempurna.
·
Kalimat dibentuk
dengan struktur yang lengkap.
·
Paragraf dikembangkan
secara lengkap dan padu.
·
Berlangsung lambat.
·
Memerlukan alat bantu.
2. Ragam
Bahasa Berdasarkan Penutur
·
Ragam
Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian
bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta
berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura,
dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya
logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi
awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan
lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti
pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
·
Ragam
Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan
kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video,
film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan
pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi
dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya
mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan
yang seharusnya dipakai.
·
Ragam
bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap
kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan)
sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau
pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut.
Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika
melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara
atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku.
Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi
tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai
dalam :
1.
Pembicaraan di muka
umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan
kuliah/pelajaran.
2.
Pembicaraan dengan
orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan
pejabat.
3.
Komunikasi resmi,
misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4.
Wacana teknis, misalnya
laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
3. Ragam
Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang
dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun
menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam
lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik,
berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah
raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan
atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak
dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus
digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata
yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam
bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam
lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok
persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan
kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah,
kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.
Bahasa Baku
Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penambah wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penambah wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Aturan Bahasa
Indonesia
Bahasa jurnalistik
harus mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa. Ia harus mengikuti pokok aturan
bahasa Indonesia. Pokok aturan pertama: Yang penting atau yang
dipentingkan ditaruh di depan, yang kurang penting atau keterangan di belakang.
Dengan demikian kita menulis: “Buku ini bagus” bukan “Ini buku bagus”; “Malam
nanti kita menonton”, bukan “Nanti malam kita menonton”. Pokok aturan
kedua: Kata benda Indonesia tidak memunyai bentuk jamak (plurak; jumlah lebih
dari satu). Untuk menunjukkan jamak digunakan kata “banyak”, “beberapa”,
“semua”, “segala”, “setengah”, dan sebagainya atau disebut jumlahnya.
Penjamakan kata dapat juga dilakukan dengan mengulang kata sifat yang di
bekangnya, misalnya “kota bersih-bersih”, “kuda bagus-bagus”. Terkadang
dikatakan pula “kota-kota bersih”, “kuda-kuda bagus”. Pokok aturan ketiga:
Tidak ada benda untuk laki-laki atau perempuan dalam bentuk kata benda.
Ejaan
Bahasa jurnalistik harus memperhatikan ejaan yang benar.
Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek bukan main banyak kesulitan. Wartawan
semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan untuk
dikonsultasi sewaktu diperlukan.
Pertumbuhan Kosa Kata
Kata-kata ialah alat para wartawan. Mereka tidak dapat bekerja
jika tidak memiliki jumla kata yang cukup. Untuk itu harus diperoleh suatu
penguasaan, baik kosa kata (vocabulary) dan ungkapan-ungkapan
(phrase). Wartawan atau lebih luas media massa memunyai peranan dalam menyiptakan
kata-kata baru atau dalam pertumbuhan kosa kata. Banyak kata yang dipopulerkan
melalui surat kabar seperti heboh, gengsi, anda, ganyang, ceria, sadis, dan
sekian banyak kata baru yang muncul akhir-akhir ini.
Ekonomi Kata dan Kata Mubazir
Ekonomi Kata dan Kata Mubazir
Ekonomi kata (word economy) sangat diperlukan untuk membentuk
bahasa jurnalistik yang lebih efisien (hemat dan jelas). Kita tidak
menulis “agar supaya”, tetapi cukup satu perkataan saja, “agar” atau “supaya”.
Kita selalu berusaha menulis dengan kalimat pendek, tidak dengan kalimat
majemuk. Kita juga mesti menghilangkan ungkapan atau peribahasa. Berkaitan
dengan efisiensi pula, bahasa jurnalistik selalu membuang kata mubazir.
Kata mubazir ialah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran
komunikasi. Kata mubazir ialah kata yang sifatnya tarasa berlebih-lebihan. Kata
mubazir ialah kata yang bila dihilangkan dari sebuah kalimat malahan akan
membantu memperlancar jalan bahasa dan membuat kalimat itu lebih kuat
kesannya. Kata-kata yang digarisbawahi dalam kalimat-kalimat berikut ini
ialah kata mubazir yang lebih baik jika dihilangkan saja.
1.
Ismail menjelaskan
bahwa pembinaan kesenian Pesawaran sebenarnya cukup baik.
2.
Pernyataan
dari/daripada pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung itu adalah merupakan
suatu pernyataan yang keliru.
3.
Ratusan pelajar telah
menyerbu Kawasan Wisata Batu Putu beberapa waktu lalu.
4.
Budi Anduk menyatakan
bahwa ia akan siap untuk memikul tanggung jawab sebagai Bupati Serungkuk.
5.
Unila sedang nampak
sibuk menggelar berbagai kegiatan-kegiatan Dies Natalis.
Kalimat-kalimat di
atas akan lebih baik jika dibuat:
1.
Ismail menjelaskan,
pembinaan kesenian Pesawaran sebenarnya cukup baik.
2.
Penyataan staf
pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Lampung itu suatu kekeliruan.
3.
Ratusan pelajar
menyerbu Kawasan Wisata Batu Putu beberapa waktu lalu.
4.
Budi Anduk menyatakan
siap memikul tanggung jawab sebagai Bupati Serungkuk.
5.
Unila nampak sibuk
menggelar berbagai kegiatan Dies Natalis.
Dengan demikian, kita telah berkenalan dengan beberapa kata
mubazir seperti “adalah” (kata kopula), “telah”, “sedang”, dan “akan”
(pengaruh tenses dalam bahasa Inggris); “untuk” (sebagai
terjemahan todalam bahasa Inggris); “dari” dan “daripada” (sebagai
terjemahan of dalam hubungan milik); bahwa (sebagai kata sambung);
dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.
Kesalahan - Kesalahan
Bahasa
·
Kerancuan
(Kontaminasi)
Kontaminasi ialah
pencampuran dengan tidak sengaja. Pencampuran ini sudah tentu tidak dapat
dibenarkan karena membuat kalimat menjadi kacau (rancu). Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;
8. “Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
mestinya :
“Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
atau
“Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 1 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kata-kata tersebut ialah kata ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kata-kata tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.
Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;
8. “Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
mestinya :
“Menurut Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 2 Negerikaton Sakwan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
atau
“Ketua Panitia Bulan Bahasa SMPN 1 Negerikaton Sakwan mengatakan, peserta setiap cabang lomba tahun ini membludak.”
Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kata-kata tersebut ialah kata ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kata-kata tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.
Contoh:
1.
Kantor di mana dia
bekerja, tidak jauh dari rumahnya.
2.
Keadaan di Iran sangar
gawat, yang mana mengancam tahta Shah.
3.
Daerah dari mana beras
didatangkan terletak jauh di pedalaman.
4.
Orang dengan siapa dia
akan berunding ternyata bajingan.
5.
Penyakit ityu dianggap
berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) di mana konsentrasi
besar mereka di Vietnam.
Kalimat-kalimat di
atas sebenarnya tidak mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat
itu sebaiknya berbunyi:
1.
Kantor tempat dia
bekerja tidak jauh dari rumahnya.
2.
Keadaan di Iran sangat
gawat, dan mengancam tahta Shah.
3.
Daerah yang
menghasilkan beras terletak jauh dari pedalaman.
4.
Orang yang akan
berunding dengan dia ternyata bajingan.
5.
Penyakit itu berasal
(dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI). Konsentrasi besar mereka ada di
Vietnam.
·
Bentuk
Aktif dan Pasif Disatukan
Disiplinkan pikiran
supaya tidak mencampur adukkan bentik pasif (di-) dengan bentuk aktif (me-)
dalam satu kalimat.
Contoh:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Kata Depan atau Awalan?
Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kata “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kata itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kata yang di belakangnya. Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kata depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.
Contoh:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna Negarasuka-suka Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Kata Depan atau Awalan?
Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kata “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kata itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kata yang di belakangnya. Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kata depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.
·
Hiperkorek
Hiperkorek (bahasa
Inggris: hypercorrect) berarti “melampaui batas tepat atau benar sehinga
menjadi salah”.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kata akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” Kata fihak harus ditulis pihak.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kata akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” Kata fihak harus ditulis pihak.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
http://herisllubers.blogspot.com/2013/10/ragam-bahasa-indonesia.html
http://darmawanaditya-softskill.blogspot.com/2014/06/ragam-bahasa-indonesia.html
http://fitriharsono.blogspot.com/2013/09/ragam-bahasa-indonesia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
http://herisllubers.blogspot.com/2013/10/ragam-bahasa-indonesia.html
http://darmawanaditya-softskill.blogspot.com/2014/06/ragam-bahasa-indonesia.html
http://fitriharsono.blogspot.com/2013/09/ragam-bahasa-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar