Minggu, 29 Juni 2014

Tahun politik dinilai kalangan dunia bisnis sebagai hal yang positif. Banyaknya uang yang keluar yang dipakai untuk belanja politik menjadi peluang bisnis yang baik.

Pengusaha UKM Susanto mengungkapkan, tahun pemilu justru menjadi peluang tumbuhnya perekonomian bagi kalangan pengusaha. Setiap calon legislatif atau pun presiden berlomba-lomba menarik masyarakat untuk menjadi simpatisan. Hal ini akan membutuhkan tingkat konsumsi yang tinggi.

"Saya selaku pengusaha sehari-sehari jualan mie, bihun, abon, pokoknya ritel, justru pemilu ini luar biasa. Orang kampanye kan minimal ada kaos, minum, snack. Ini konsumsi masyarakat akan meningkat karena setiap caleg bersaing sehingga banyak sekali uang-uang dikeluarkan. Ini ada kesempatan konsumsi snack, nasi bungkus yang tinggi jadi secara umum pemilu positif di mata pengusaha," kata Susanto saat Diskusi Opini Live PILIHAN INDONESIA Pemilu di mata dunia usaha, di Resto Bengawan Solo, Grand Sahid Hotel, Jakarta, Minggu (23/3/2014).

Di kesempatan yang sama, Direktur Utama RNI Group Ismed Hasan Putro mengatakan, secara umum dalam 10 tahun terakhir, tahun politik tidak berpengaruh signifikan dalam dunia usaha. Bahkan, dalam 5 tahun terkahir, tahun pemilu sudah menjadi 'zona nyaman' bagi para pengusaha.

"2004 dan 2009 pemilu seperti festival, dunia usaha dalam 5 tahun terakhir sudah nyaman dengan suhu politik karena seperti apa pun politik tidak akan mempengaruhi dunia usaha, kita akan terus tumbuh," kata dia.

Menurutnya, demokrasi di Indonesia saat ini sudah mulai matang. Adanya hiruk-pikuk politik menjadi hal yang lumrah. Yang perlu diwaspadai adalah tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal ini bisa menggerogoti tumbuhnya perekonomian di Indonesia.

"Demokrasi politik mulai matang. Kayak di Jepang pemilu tidak berpengaruh. Negara-negara mapan secara ekonomi bisa menjadi referensi. Kita optimistis kedewasaan demokrasi akan akan membuat ekonomi tumbuh," paparnya.

"Problem terbesar adalah korupsi tapi di China dan Korsel juga banyak korupsi tapi mereka ada penindakan tegas. Pemilu jangan dilihat sebagai ancaman karena diharapkan dari waktu ke waktu mencari pemimpin yang friendly terhadap dunia usaha dan menarik investor asing," pungkasnya.

sumberhttp://finance.detik.com/read/2014/03/23/123947/2533908/4/begini-kondisi-perekonomian-ri-di-tahun-politik
Kalangan pengusaha menilai perekonomian Indonesia masih terus bertumbuh. Di tahun politik sekali pun yang dianggap tahun yang penuh ketidakpastian, ekonomi RI masih terus bergeliat. 

Namun, ada beberapa masalah utama perekonomian Indonesia yang bakal mengahambat keberlangsungan ekonomi secara umum dan khususnya dunia usaha.

Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Persero Ismed Hasan Putro mengatakan, ada 4 masalah besar yang dapat menghambat perekonomian Indonesia, salah satunya adalah utang luar negeri Indonesia yang membumbung tinggi.

"Utang luar negeri kita tinggi sekali lebih dari Rp 2.000 triliun," kata dia saat ditemui di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (23/3/2014).

Selain masalah utang, anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digelontorkan pemerintah mencapai di atas Rp 300 triliun. Angka ini sangat membebani pemerintah. Sebaiknya, kata dia, anggaran yang disediakan untuk subsidi BBM dialihkan untuk infrastruktur yang membangun.

"Subsidi BBM di atas Rp 300 triliun. Ini harusnya dialihkan saja ke infrastruktur di Sulawesi misalnya atau Sumatera akan lebih membangun. Berhenti memperbesar porsi subsidi, subsidi yang menikmati orang di Jakarta, Jepang dan Korea karena kendaraan mereka laku," ungkapnya.

Di samping itu, tingginya angka impor pangan di atas Rp 300 triliun juga menjadi hambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sudah saatnya Indonesia mandiri pangan.
"Impor pangan sudah lebih dari Rp 300 triliun. Indonesia sudah seharusnya tidak bergantung pada impor. Sumber daya alam kita banyak, mungkin kayak gandum memang kita belum bisa menghasilkan banyak tapi yang lain-lain seperti beras itu kan kita bisa menghasilkan sendiri," terang dia.

Hal lain soal kesenjangan ekonomi. Jurang antara si kaya dan si miskin terlampau tinggi padahal jarak tempat tinggal tidak terlalu jauh.

"Jurang kemiskinan masih banyak contohnya di Banten dan terkaya di Menteng, padahal jarak dari Banten ke Menteng itu tidak lebih dari 2 jam.
Di Menteng pakai jas yang mahal tapi masih banyak yang telanjang di Jambi, Papua, ini PR bagi presiden soal kesenjangan ini bisa diperkecil," jelasnya.

Di tempat yang sama, Chairman Sahid Group Sukamdani Sahid Gitosardjono meminta kepada pemerintahan baru untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan anggaran pendidikan dalam APBN.

"Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bukan saja bersaing dalam komoditas tapi juga manusianya. Jadi pemerintah harus menganggarkan dana pendidikan lebih dari 20% dalam APBN supaya SDM kita bisa unggul, berbudaya dan bersaing dengan negara lain," tutupnya.


Bank Indonesia (BI) meyakini penaikan harga pangan selama bulan puasa dan Lebaran tahun ini masih normal. Pasalnya, dampak penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun lalu sudah menghilang.

Berkaca pada pola tahun-tahun sebelumnya, harga-harga memang akan cenderung meninggi selama bulan puasa dan Lebaran. Kemudian balik merendah satu bulan pasca-Idul Fitri.

"Belum bisa diubah pola musiman seperti ini," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Dodi Zulverdi saat media briefing "Antisipasi Ramadan-Idul Fitri dan Pengendalian Inflasi Semester II-2014", Jakarta, Rabu (25/6).

Dia melanjutkan, penaikan harga pangan pada bulan puasa dan Lebaran masih dapat dikendalikan. Ini berbeda dengan pergerakan harga pangan yang meningkat tajam pada periode yang sama tahun lalu. "Ini dampak dari penaikan harga BBM subsidi."

Sekedar gambaran, perkembangan harga kelompok pangan yang tidak diatur pemerintah alias volatile food rata-rata meningkat drastis sekitar 6 persen (month-to-month) pada 2013. Namun, tiga tahun terakhir sebelum 2013, penaikan harga volatile food rata-rata hanya 3 persen (mtm).

"Tekanan inflasi volatile food pada saat Idul Fitri mereda sekitar 1,5 persen (mtm) dan setelah itu biasanya terjadi koreksi harga hingga bisa mencatat deflasi sekitar 1,5 persen (mtm) bahkan tahun lalu sempat deflasi 3,38 persen (mtm)," ujar Dodi.

Berdasarkan pola musimannya, komoditi pangan seperti aneka daging, bumbu, dan beras konsisten mendorong inflasi selama periode puasa dan Idul Fitri. Hasil pemantauan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), harga beras IR III di Pasar Induk Beras Cipinang saat ini sekitar Rp 7.200 perkilogram, turun dari sebelumnya Rp 8.300/kg pada Februari-Maret.

Kemudian, harga bawang memang secara rata-rata nasional meningkat, sekitar Rp 22.138/kg. Namun, itu masih di bawah harga patokan pemerintah sebesar Rp 26.700/kg.
Lalu, harga daging ayam kecenderungannya meningkat, hingga pekan III Juni mencapai Rp 30.718/kg. Namun, masih di bawah harga ayam periode sama tahun lalu yang menyentuh Rp 35.000/kg.

Selain itu, harga daging sapi secara rata-rata nasional sekitar Rp 97.578/kg. Menurun perlahan ketimbang harga pada Februari lalu yang sebesar Rp 100.525/kg.

Sebaliknya, harga beberapa komoditas pangan lainnya masih cenderung rendah karena panen di berbagai daerah. Semisal, cabai merah keriting, cabai merah biasa, dan cabai rawit, harga masing-masing sekitar Rp 17.793/kg, Rp 18.587/kg, Rp 25.082/kg.

Itu masih jauh di bawah harga referensi pemerintah untuk cabai merah Rp 26.300/kg dan cabai rawit Rp 28.000/kg.

Deretan menteri bidang perekonomian kembali menyambangi pasar di DKI Jakarta buat memantau perkembangan harga pangan sebelum bulan Ramadan. Hari ini, Jumat (27/6), kunjungan dialamatkan ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjungmenjelaskan, aksinya blusukan di pasar induk bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Pertanian Suswonobuat memastikan tidak ada kenaikan harga berlebihan.

"Saya ke sini memastikan harga tidak naik. Kita usahakan harganya stabil," kata pria akrab disapa CT itu kepada seorang pengunjung pasar saat mengeluhkan kenaikan harga daging sapi.

Pasar Induk Kramat Jati adalah pusat distribusi pangan dari sayur mayur hingga daging untuk kebutuhan Jabodetabek. Dari pantauan menteri-menteri itu, kenaikan harga terjadi untuk komoditas unggas dan daging. 

Harga telur ayam mencapai Rp 20.000 kilogram, naik Rp 2.000 dibanding harga jual pekan lalu. Untuk daging ayam, terjadi kenaikan Rp 5.000, sehingga seekor unggas itu dijual Rp 40.000.

Kenaikan juga dirasakan konsumen daging sapi, di mana kini mengeluarkan kocek Rp 3.000 lebih mahal setelah harga jual menjadi Rp 98.000 per kilogram.

Harga stabil dialami sayur mayur. Tomat, cabe, dan bawang putih tidak banyak berubah dibanding pekan lalu.

CT menilai aksinya bersama pejabat tinggi dan bos BUMN bidang perdagangan ini penting buat memastikan tidak ada rantai pasok berlebihan. Aksinya sejalan dengan janji menggelar operasi pasar sebelum harga naik ketika permintaan memuncak ketika Ramadhan dan Idul Fitri. "Tujuan kita (sidak) menghindari kenaikan harga," tandasnya.

Dalam lawatan ini, turut serta Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik Sutarto Alimoesso, Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, serta Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Srie Agustina.


softskill

Bank Indonesia (BI) menilai faktor kebiasaan dan ketidakpahaman pengusaha membuat kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri terabaikan. Di sisi lain, sanksi pidana atas pelanggaran kewajiban tersebut seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang juga belum ditegakkan.

"Itu membuat permintaan terhadap Dolar yang sebenarnya tidak perlu. Tapi karena cukup lama dilakukan dengan Dolar mungkin juga pelaku industri belum paham tentang UU Mata Uang 2011," kata Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, di Kantornya, Jakarta, Jumat (27/6).

Atas dasar itu, tegasnya, bank sentral dan pemerintah bakal berkolaborasi melakukan sosialisasi kewajiban penggunaan Rupiah. "Karena ada sanksi pidananya, sekarang kita sosialisasikan lagi."

Mirza menjelaskan, beleid tersebut mewajibkan semua transaksi di dalam negeri, baik tunai maupun non-tunai harus dilakukan dalam Rupiah. Namun, faktanya masih banyak transaksi komersial, semisal sewa properti, jual-beli gas, dan pelayanan pelabuhan, menggunakan USD.

"Padahal itu bukan transaksi perdagangan internasional, seperti pembayaran utang luar negeri, tapi kenapa harus dilakukan dalam dolar?" kata Mirza.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung meminta transaksi keuangan di kawasan pelabuhan menggunakan Rupiah. Untuk itu, pemerintah akan melakukan sosialisasi beleid mata uang dalam tiga bulan.